Halaman

Sabtu, 10 Desember 2011

Penduduk, Masyarakat dan Kebudayaan

KEBUDAYAAN WARGA MINANG


Kota Padang adalah kota terbesar di pesisir barat pulau Sumatera dan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Barat, Indonesia.
Jumlah penduduk Kota Padang kurang lebih 800 ribu jiwa. Meskipun kota ini dihuni oleh beragam suku bangsa namun mayoritas dari jumlah penduduknya adalah suku Minangkabau serta pemeluk agama Islam. Dalam berkomunikasi penduduk Kota Padang menggunakan Bahasa Minang sebagai bahasa lokal disamping Bahasa Indonesia. Tidak banyak perbedaan mendasar antara Bahasa Minang dengan Bahasa Indonesia, kecuali dialeknya. Sedangkan Bahasa Inggris dipakai oleh kalangan tertentu terutama untuk berko-munikasi dengan orang asing. Saat ini Kota Padang yang terkenal dengan masakan Padangnya itu telah berkembang pesat dan penampilan fisik kota pun diwarnai oleh bangunan-bangunan perkantoran yang beratap khas Minangkabau (atap bagonjong). Meskipun ramai dan sibuk Kota Padang dinilai sebagai salah satu kota terbersih dan teraman di Indonesia.



Ciri khas Warga minang mempunyai beberapa sistem adat, di antaranya:
Sistem kekeluarga “Matriarchat” yaitu menurut garis keturunan ibu, maksudnya yaitu ibu yang berkuasa. Maksudnya yaitu:

bila laki-laki minang mengambil istri orang selain minang maka anak yang dilahirkannya itu bukanlah orang minang lagi, si anak tidak mendapatkan hak apa-apa seperti tidak memiliki salah satu suku yang ada di minang dan apa bila ia laki-laki dan nanti menikah ia tidak mendapatkan gelar orang minang, si anak disebut dengan “anak pisang” yaitu kerabat orang minang karena di minang itu keturunan berdasarkan kepada ibu. Namun apabila seorang perempuan minang menikah dengan laki-laki diluar minang, anak yg dilahirkannya adalah orang minang berdasarkan darah ibunya tersebut, mendapatkan suku berdasarkan suku ibunya. Karena orang minang sistem kekerabatannya matriakat. Tapi sekarang ini sudah banyak keluarga minang yang tidak menomersatukan hal itu.

Istilah “matriarchat” yang berarti “ibu yang berkuasa” sudah ditinggalkan. Para ahli sudah tahu bahwa sistem “ibu yang berkuasa” itu tidak ada. Yang ada ialah kelompok keluarga yang menganut prinsip silsilah keturunan yang diperhitungkan melalui garis ibu atau dalam bahasa asing disebut garis “matrilinial”. Jadi dalam sistem kekerabatan “matrilinial” terdapat 3 unsur yang paling dominan :
 Garis keturunan “menurut garis ibu”.
 Perkawinan harus dengan kelompok lain diluar kelompok sendiri yang sekarang dikenal dengan istilah Eksogami matrilinial.
 Ibu memegang peranan yang sentral dalam pendidikan, pengamanan kekayaan dan kesejahteraan keluarga
Sedangkan untuk “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi kitabullah” yaitu masyarakat beradat dengan pegangan adat bersendi syariat dan syariat yang bersendikan Kitabullah.


Banyak yang beranggapan kalau karakter dan sifat orang minang itu pelit dan perhitungan. Tapi lebih setuju kalau orang minang itu dinilai suka memperhitungkan segala sesuatu dengan cerdas dan matang sebelum bertindak. “Hiduik baraka, ba ukue, jo bajangka” (Hidup berakal, terukur, dan berjangka). Itu salah satu karakter mereka. Memang orang Padang (baca Minangkabau) terkenal kareh angok (gigih), karengkang, kareh kapalo ( keras kepala, kepala batu, tak mau kalah), egois (suka menang sendiri dan mendahulukan kepentingan sendiri), rancak di labuah (tampaknya saja bagus), jinaha (licik dan licin). Sikap-sikap seperti itu sangat dibutuhkan untuk bertahan dan mempertahankan eksistensi di ranah rantau yang keras. Orang minang selalu bermusyawarah untuk menemukan solusi atas permasalahan yang ada. Mereka mengilhami selalu ada perbedaan dalam menyelesaikan masalah. Dalam pepatah minang, “kapalo samo hitam, pikiran ba lain-lain” (Rambut kepala sama hitam, tapi pendapat berbeda-beda). Oleh karena itu, perlu adanya “Saiyo, sakato” (se iya, se kata) atau yang dikenal adanya mufakat bersama. Mereka memiliki jiwa entrepreneur, “tahan hujan, barani bapaneh. Baitu urang mancari rasaki” (Tahan hujan, berani berpanas, begitu orang mencari rejeki).Selain itu, mereka memegang teguh prinsip “Alam takambang jadi guru” (Alam terkembang jadi guru), artinya kami belajar dari alam sebagai guru kami. Etos kerja ini lah yang mereka miliki sehingga meraka terutama anak-anak muda Minang punya tanggung jawab dan kewajiban untuk merantau mencari apa-apa yang dapat disumbangkan ke kampung halaman. Baik materi maupun ilmu. Misi ini lah yang menyebabkan Orang Minang terkenal di rantau sebagai orang ekonomi yang ulet


Banyak orang menyebutkan padang itu adalah pandai berdagang. Ya benar, saya sebagai orang minang setuju atas pendapat ini, karena orang minang itu “Tidak bisa melihat dan membiarkan trotoar kosong atau nganggur”, yang artinya kesadaran terhadap potensi ekonomi dan tidak membiarkan diri menjadi "sampah" masyarakat. Yang maksudnya orang minang itu rajin, dan ingin berguna bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
Bagi orang minang “Tempat duduk favorite anda waktu berkunjung ke cafe atau restorant adalah di dekat kasir atau pintu masuk, untuk melihat penerimaan uang masuk dan jumlah pengunjung yang dating”. Maksudnya walau sudah memiliki jiwa saudagar, semangat dan belajar kesaudagaran tak pernah henti untuk selalu mencari peluang.
Dari budaya minang yang matriarchat yang berarti ibu yang berkuasa, itu mempunyai nilai positif. Mengapa? Oh karena dengan budaya yang seperti itu tandanya di adat ini ibu adalah sosok yang sangat berharga, ya seperti dalam agama “surga ada di telapak kaki ibu”. Maka dari itu keturunan khususnya di padang, keturunan sesuai dengan garis ibu. Maka dari itu anak perempuan di minang itu seperti mutiara yang harus di jaga.
Nah itu nilai positif kebudayaan awak(saya)


Ada sikap negatif dari minang yaitu mereka sulit menerima pendapat dari orang lain. Tapi tidak semua orang minang seperti itu.

Intinya saya sangat bangga menjadi orang minang dan akan tetap melestarikan kebudayaan minang, kampuang tacinto :)


-FEBI SARFINA-


Source:
Kota Padang | Wikipedia
Adat Budaya Minangkabau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar