Sejak berumur 18 tahun, beliau sudah
bertekad ingin mengabdikan diri sebagai seorang prajurit dan sejak muda
beliau memang sungguh-sungguh ingin menjadi prajurit sejati membela
bangsa, negara, Tanah Air dan Republik Indonesia.
Usai menamatkan
pendidikan tentara di Akabri, putra bagawan ekonomi Sumitro
Djojokadikusumo yang menguasai empat bahasa asing langsung ditempatkan
di kesatuan pasukan elit Kopassus. Di satuan komando pasukan elit
TNI-AD ini Prabowo menjalani karir militernya dengan cemerlang,
termasuk saat di medan tempur. Di antara rekam jejaknya yang kemudian
mengukir nama dan prestasinya di medan tempur yaitu saat pasukan Den 28
Kopassus yang dipimpinnya, di mana Prabowo (26 tahun) yang saat itu
berpangkat Kapten, berhasil melumpuhkan Nicolau Lobato, pimpinan puncak
gerombolan Fretilin dalam sebuah pertempuran di lembah Mindelo, Timor
Timur, 31 Desember 1978.
Sekembali dari bertugas di Timor Timur, karir
Prabowo terus menanjak dan berkilau. Di tahun 1983, ia dipercaya
sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teroris (Gultor) –
Kopassus. Berikutnya, setelah menyelesaikan pelatihan anti teror
sebagai lulusan terbaik di "Special Forces Officer Course" di Fort
Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggungjawab sebagai Komandan
Batalyon Infanteri Lintas Udara. Rekam jejak lainnya yang kemudian
mendapat pujian dunia, ia tunjukkan dan dibuktikan atas keberhasilan
satuan komando yang dipimpinnya dalam operasi pembebasan sandera
peneliti Ekspedisi Lorentz di desa Mapanduma, kabupaten Jayawijaya,
Irian Jaya, yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di bawah
pimpinan Kelly Kwalik dan Daniel Yudas Koyoga, tahun 1996.
Dalam
operasi pembebasan sandera ini selain peneliti asal Indonesia, terdapat
pula empat peneliti warga Inggris, Jerman dan Belanda, yang disandera
oleh OPM pimpinan Kelly Kwalik. Atas keherhasilannya melakukan operasi
pembebasan sandera Mapanduma, nama Kopassus langsung melejit
disandingkan dengan satuan pasukan elit Israel menangani aksi teror
yang dilakukan oleh kolompok teroris dengan sasaran para atlet dan
diplomat Israel dalam Olimpiade Munich – Jerman, September 1972, yang
dikenal dengan peristiwa ‘Black September’. Atas pencapaian prestasinya
ini pula Kopassus yang saat itu dikomandani Brigjen TNI-AD Prabowo
mendapat pujian dan disandingkan sebagai pasukan elit ketiga terbaik di
dunia setelah satuan pasukan elit anti teror Israel dan pasukan elit
Inggris atas keberhasilannya dalam operasi drama pembebasan sandera
yang terjadi di Kedutaan Iran di London – Inggris, April 1980, yang
dilakukan teroris asal Iran. Rekan jejak lainnya yang perlu dicatat
yaitu saat mengkomandoi satuan pasukan elit Kopassus atas pencapaian
keberhasilannya menaklukkan pucak gunung tertinggi dunia dan
menancapkan Sang Saka Merah Putih di Mount Everest, tahun 1996.
Ketika
yg lain hanya mengedepankan soft diplomasi beliau mampu bergerak
membebaskan TKI kita dari cengkraman hukuman negeri jiran, Dia
telah mengabdi untuk bangsa ini. Beliau juga berjuang demi
mempertahankan warisan leluhur pencak silat dan membuat pencak silat
indonesia disegani dan penuh prestasi, memfasilitasi team polo kuda utk
pertama kalinya berlaga di SEA Games 2007 Thailand dan membawa gelar
juara meskipun beliau dihina sosial media dengan gambar yg tdk pantas
bersama kudanya beliau tetap sabar. Beliau dengan segala yang beliau miliki
memperjuangkan rivalnya saat ini pada waktu itu untuk menjadi gubernur
ibukota negara meskipun partai pengusung orang tersebut sendiri ragu. Namun
seorang prabowo yang tulus sering dikhianati orang yang selama ini beliau
percaya menikungnya dari belakang ingin menjatuhkan beliau karena
kekuasaan, Ketika perjanjian batu tulis dikhianati beliau tetap tabah
& tersenyum.
Karena ketabahannya itulah Allah SWT menunjukkan
kekuasaanya dengan menurunkan para ulama sebagai pengganti para nabi yang ada
dibelakang beliau memberi semangat. Ketika fitnah HAM itu dimunculkan
justru oleh pelaku intelektual kasus HAM yang sebenarnya beliau tidak
melawan. Kenapa rekam jejak ini tidak pernah ditongolkan sebagai isu
politik jelang Pilpres 2009. Sementara prestasi dan jasanya selama mengabdi
sebagai tentara tidak pernah dipujikan dan diacungi jempol. Lalu
prestasi-prestasinya itu dikemanakan? Ini yang akhirnya kita anggap
sebagai hal yang naif, tidak fair, tidak objektif proposional dan tidak
berimbang. Prabowo memang tidak berlebihan untuk lalu mencak-mencak membela
diri. Dia mencoba menyikapi secara arif dengan lebih memilih dan
mempasrahkan biarlah sejarah itu sendiri yang akan berbicara menguak
tabir semuanya itu seiring proses perjalanan waktu. Karena bukan tidak
mungkin proses waktu itu sendiri justru yang akan membelanya, di mana
kini sedikit demi sedikit mulai terkuak dengan sendirinya, termasuk
dengan kisah di balik bocornya SK DKP yang dimaksudkan sebagai kampanye
negatif untuk menyerang diri Prabowo di jelang Pilpres 2014, justru
malah kini berbalik menjadi boomerang bagi pembocornya dan sekutu
politiknya.
Saat ini rakyat sudah pintar dan cerdas dalam memilah dan
memilih mana itu isu yang benar atau hanya berupa kampanye negatif yang
diperuntukkan menyerang lawan politiknya. Makanya saat ditanya
wartawan soal SK DKP itu, Prabowo hanya menjawab dengan tertawa.
Jawaban tertawa Prabowo ini mengartikan; becik ketitik ala ketara, siapa
yang berbuat baik akan tampak, siapa yang berbuat jelek akan terungkap
dengan sendirinya. Semoga! Inilah sedikit alasan dari beribu alasan
kenapa saya memilih prabowo sebagai Presiden pilihan saya.
Referensi:
http://profil.merdeka.com/indonesia/p/prabowo-subianto-djojohadikusumo/
http://www.tempo.co/read/news/2013/10/28/078525187/Rekam-Jejak-Prabowo-24-Tahun-Jadi-Tentara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar