Halaman

Kamis, 12 Juni 2014

Dyscalculia



Dyscalculia
1.Pengertian
Dyscalculia adalah kesulitan dalam belajar atau memahami matematika (termasuk tentang simbol- simbol matematika). Dyscalculia juga bisa terjadi sebagai hasil dari cedera otak.
Gangguan belajar yang mempengaruhi kemampuan matematika. Seseorang dengan diskalkulia sering mengalami kesulitan memecahkan masalah matematika dan menangkap konsep-konsep dasar aritmatika.
Kata dyscalculia berasal dari Yunani dan Latin yang berarti: “menghitung dengan buruk”. Awalan “dys” berasal dari bahasa Yunani dan berarti “buruk”. “Calculia” berasal dari bahasa Latin “calculare“, yang berarti “menghitung”. Kata “calculare” berasal dari “kalkulus”, yang berarti “kerikil” atau salah satu perhitungan pada sempoa.
Dyscalculia dapat terdeteksi pada usia dini dan langkah- langkah yang dapat diambil untuk meringankan masalah yang dihadapi oleh yang lebih muda. Masalah utamanya adalah dengan memahami cara ber- matematika yang diajarkan kepada anak- anak. Cara bagi penderita disleksia dapat ditangani dengan menggunakan pendekatan yang sedikit berbeda untuk mengajar, bisa juga pada dyscalculia. Namun, dyscalculia yang kurang dikenal sebagai gangguan belajar menjadi sering tidak dikenali.

2. Karakteristik
Menurut Lerner (1981: 35), ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika, yaitu:

1)      Gangguan hubungan keruangan
Konsep hubungan keruangan seperti atas bawah, puncak dasar, jauh dekat, tinggi rendah, depan belakang, awal akhir umumnya telah dikuasai oleh anak sebelum masuk  SD, namun bagi anak berkesulitan belajar matematika memahami konsep-konsep tersebut mengalami kesulitan karena kurang berkomunikasi dan lingkungan sosial kurang mendukung, selain itu juga adanya kondisi intrinsik yang diduga disfungsi otak. Karena adanya gangguan tersebut mungkin anak tidak mampu merasakan jarak angka angka dan garis bilangan atau penggaris, dan mungkin anak tidak tahu bahwa angka 2 lebih dekat ke angka 3 daripada ke angka 8

2)      Abnormalitas persepsi visual
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk melihat berbagai obyek dalam hubungannya dengan kelompok. Misalnya anak mengalami kesulitan dalam menjumlahkan dua kelompok benda yang terdiri dari tiga dan empat anggota. Anak juga
sering tidak mampu membedakan bentuk-bentuk geometri.

3)      Asosiasi visual motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat berhitung benda-benda secara berurutan, anak mungkin baru memegang benda yang kedua tetapi mengucapkan empat.

4)      Perseverasi
Anak yang perhatiannya melekat pada satu obyek dalam jangka waktu relatif lama. Gangguan perhatian semacam itu disebut perseverasi. Pada mulanya anak dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat pada satu obyek saja,
contohnya:
4 + 3 = 7
4 + 4 = 8
5 + 4 = 8
3 + 6 = 8

5)      Kesulitan mengenal dan memahami simbol
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika seperti (+), (-), (X), (:), (=), (<), (>), gangguan ini dapat disebabkan oleh gangguan memori, dan oleh gangguan persepsi visual.

6)      Gangguan penghayatan tubuh
Anak berkesulitan belajar matematika juga sering menunjukkan adanya gangguan penghayatan tubuh (body image), anak sulit memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri, misalnya jika disuruh menggambar tubuh, maka tiadak ada yang utuh.
7)      Kesulitan dalam membaca dan bahasa
Anak berkesulitan belajar matematika akan mengalami kesulitan dalam memecahkan soal-soal yang berbentuk cerita.

8)      Skor PIQ jauh lebih rendah dari VIQ
Hasil tes inteligensi dengan menggunakan WISC (Weshler Intelligence Scale for Children) menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar matematika memiliki PIQ (Performance Intelligence Quotient) yang jauh lebih rendah daripada skor VIQ (Verbal Intelligence Quotient). Sub tes verbal mencakup : Informasi, persamaan, aritmetika, perbendaharaan kata, dan pemahaman. Sub tes kinerja mencakup : melengkapi gambar, menyusun gambar, menyusun balok, dan menyusun obyek.

3. Cara Mengatasi Gangguan Matematika (Dyscalculia)
Ada dua pendekatan yang dapat kita gunakan untuk mengatasi anak yang mengalami gangguan matematika (dyscalculia), yaitu : penanganan matematika yang intensif atau dengan mengambil jalan pintas.
Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, kita dapat melakukannya dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap dan ada juga anak yang lama menangkap. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia tersebut.
Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas : diberikannya kalkulator kepada anak yang mengalami dyscalculia. kalkulator dapat membantu anak tersebut untuk menghitung. Hal ini sederhana karena anak dyscalculia tidak memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung angka-angka tersebut.

4. Penyebab Dyscalculia

Para ilmuwan belum memahami penyebab dyscalculia. Mereka telah menyelidiki di beberapa domain.
Ø  Neurologis : Dyscalculia dikaitkan dengan lesi ke gyri Supramarginalis dan sudut pada pertemuan antara lobus temporal dan parietal dari korteks serebral.
Ø  Defisit dalam memori kerja: Adams dan Hitch berpendapat bahwa memori kerja adalah faktor utama selain mental. Dari dasar ini, Geary melakukan penelitian yang menunjukkan ada defisit memori kerja bagi mereka yang menderita dari dyscalculia. Namun, masalah memori kerja yang bingung dengan kesulitan belajar umum, sehingga temuan Geary mungkin tidak spesifik untuk dyscalculia melainkan mungkin mencerminkan defisit belajar yang lebih besar
Penyebab lainnya mungkin:
Ø  Memori jangka pendek terganggu atau berkurang, sehingga sulit untuk mengingat perhitungan
Ø  Kongenital atau kelainan turun temurun. Studi ini menunjukkan indikasi, tapi bukti belum jelas

5. Perawatan
Konseling dapat membantu, namun tidak harus pada tingkatan yang besar. Tidak ada terapi yang telah dibuktikan dan terbukti efektif. Beberapa bukti yang bersifat anekdot menganjurkan, bagaimanapun, bahwa sejumlah kemahiran dalam matematika dapat diperoleh oleh sistem- sistem alternatif dalam perhitungan matematis. Bukti yang bersifat anekdot juga menunjukkan, pada kenyataannya, bahwa individu mungkin sendiri akan dyscalculic mengejar sistem mereka sendiri seperti keluar dari kebutuhan atau kepentingan. Keadaan tidak perlu dilihat sebagai kecacatan atau ketidakmampuan, tidak ada yang bisa mencegah orang- orang yang menderita dyscalculia dan berhasil menggantikan dalam bidang akademis lain seperti sejarah, geografi dan ilmu- ilmu sosial lainnya, atau dalam bidang seni seperti musik atau drama.


Referensi:
Abeel, Samantha. 2003. My Thirteenth Winter. Orchard Books.
Anonim. 1989. Disleksia, Dyscalculia dan Masalah Matematika. The Math Notebook, CT/LM.
Attwood, Tony. 2002. Dyscalculia in Schools: What It Is and What You Can Do .First and Best in Education Ltd.
Butterworth, Brian. 2004. Dyscalculia Guidance: Helping Pupils With Specific Learning Difficulties in Maths. David Fulton Publications.
Chinn, Steve, 2004. The Trouble with Maths: A Practical Guide to Helping Learners with Numeracy Difficulties. RoutledgeFalmer.
Loveless, Eugene. 1988. Dyscalculia: Focus on Learning Problems in Mathematics, CT/LM.
Feldmen, William. Penerjemah Sudarmaji. 2002. Mengatasi Gangguan Belajar Pada Anak. Jakarta : Prestasi Putra.

-FEBISARFINA-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar