Dyscalculia
1.Pengertian
Dyscalculia adalah kesulitan dalam belajar atau
memahami matematika (termasuk tentang simbol- simbol matematika). Dyscalculia
juga bisa terjadi sebagai hasil dari cedera otak.
Gangguan belajar yang
mempengaruhi kemampuan matematika. Seseorang dengan diskalkulia sering
mengalami kesulitan memecahkan masalah matematika dan menangkap konsep-konsep
dasar aritmatika.
Kata dyscalculia berasal dari Yunani dan Latin
yang berarti: “menghitung dengan buruk”. Awalan “dys” berasal dari
bahasa Yunani dan berarti “buruk”. “Calculia” berasal dari bahasa Latin
“calculare“, yang berarti “menghitung”. Kata “calculare” berasal
dari “kalkulus”,
yang berarti “kerikil” atau salah satu perhitungan pada sempoa.
Dyscalculia dapat terdeteksi pada usia dini dan langkah-
langkah yang dapat diambil untuk meringankan masalah yang dihadapi oleh yang
lebih muda. Masalah utamanya adalah dengan memahami cara ber- matematika yang
diajarkan kepada anak- anak. Cara bagi penderita disleksia dapat ditangani
dengan menggunakan pendekatan yang sedikit berbeda untuk mengajar, bisa juga
pada dyscalculia. Namun, dyscalculia yang kurang dikenal sebagai gangguan belajar menjadi sering
tidak dikenali.
2.
Karakteristik
Menurut
Lerner (1981: 35), ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar
matematika, yaitu:
1)
Gangguan
hubungan keruangan
Konsep
hubungan keruangan seperti atas bawah, puncak dasar, jauh dekat, tinggi rendah,
depan belakang, awal akhir umumnya telah dikuasai oleh anak sebelum masuk SD, namun bagi anak berkesulitan belajar
matematika memahami konsep-konsep tersebut mengalami kesulitan karena kurang berkomunikasi
dan lingkungan sosial kurang mendukung, selain itu juga adanya kondisi
intrinsik yang diduga disfungsi otak. Karena adanya gangguan tersebut mungkin
anak tidak mampu merasakan jarak angka angka dan garis bilangan atau penggaris,
dan mungkin anak tidak tahu bahwa angka 2 lebih dekat ke angka 3 daripada ke
angka 8
2)
Abnormalitas
persepsi visual
Anak
berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk melihat
berbagai obyek dalam hubungannya dengan kelompok. Misalnya anak mengalami
kesulitan dalam menjumlahkan dua kelompok benda yang terdiri dari tiga dan
empat anggota. Anak juga
sering
tidak mampu membedakan bentuk-bentuk geometri.
3)
Asosiasi
visual motor
Anak
berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat berhitung benda-benda secara
berurutan, anak mungkin baru memegang benda yang kedua tetapi mengucapkan
empat.
4)
Perseverasi
Anak
yang perhatiannya melekat pada satu obyek dalam jangka waktu relatif lama. Gangguan
perhatian semacam itu disebut perseverasi. Pada mulanya anak dapat mengerjakan tugas
dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat pada satu obyek saja,
contohnya:
4
+ 3 = 7
4
+ 4 = 8
5
+ 4 = 8
3
+ 6 = 8
5)
Kesulitan
mengenal dan memahami simbol
Anak
berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan
menggunakan simbol-simbol matematika seperti (+), (-), (X), (:), (=), (<),
(>), gangguan ini dapat disebabkan oleh gangguan memori, dan oleh gangguan
persepsi visual.
6)
Gangguan
penghayatan tubuh
Anak
berkesulitan belajar matematika juga sering menunjukkan adanya gangguan
penghayatan tubuh (body image), anak sulit memahami hubungan bagian-bagian dari
tubuhnya sendiri, misalnya jika disuruh menggambar tubuh, maka tiadak ada yang
utuh.
7)
Kesulitan
dalam membaca dan bahasa
Anak
berkesulitan belajar matematika akan mengalami kesulitan dalam memecahkan
soal-soal yang berbentuk cerita.
8)
Skor
PIQ jauh lebih rendah dari VIQ
Hasil
tes inteligensi dengan menggunakan WISC (Weshler Intelligence Scale for
Children) menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar matematika memiliki PIQ
(Performance Intelligence Quotient) yang jauh lebih rendah daripada skor VIQ
(Verbal Intelligence Quotient). Sub tes verbal mencakup : Informasi, persamaan,
aritmetika, perbendaharaan kata, dan pemahaman. Sub tes kinerja mencakup : melengkapi
gambar, menyusun gambar, menyusun balok, dan menyusun obyek.
3. Cara Mengatasi Gangguan
Matematika (Dyscalculia)
Ada dua pendekatan yang dapat
kita gunakan untuk mengatasi anak yang mengalami gangguan matematika
(dyscalculia), yaitu : penanganan matematika yang intensif atau dengan
mengambil jalan pintas.
Pendekatan yang pertama, yaitu
penanganan matematika yang intensif, kita dapat melakukannya dengan teknik
“individualisasi yang dibantu tim”. Pendekatan ini menggunakan pengajaran
secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari
tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda,
sehingga ada anak yang cepat menangkap dan ada juga anak yang lama menangkap.
Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar
mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia
tersebut.
Pendekatan yang kedua, yaitu
jalan pintas : diberikannya kalkulator kepada anak yang mengalami dyscalculia.
kalkulator dapat membantu anak tersebut untuk menghitung. Hal ini sederhana
karena anak dyscalculia tidak memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan
tetapi lebih kepada menghitung angka-angka tersebut.
4. Penyebab Dyscalculia
Para ilmuwan belum memahami penyebab dyscalculia.
Mereka telah menyelidiki di beberapa domain.
Ø Neurologis
: Dyscalculia dikaitkan dengan lesi ke gyri Supramarginalis dan sudut
pada pertemuan antara lobus temporal dan parietal dari korteks serebral.
Ø Defisit
dalam memori kerja: Adams dan Hitch berpendapat bahwa memori kerja adalah
faktor utama selain mental. Dari dasar ini, Geary melakukan penelitian yang
menunjukkan ada defisit memori kerja bagi mereka yang menderita dari dyscalculia.
Namun, masalah memori kerja yang bingung dengan
kesulitan belajar umum, sehingga temuan Geary mungkin tidak spesifik untuk dyscalculia
melainkan mungkin mencerminkan defisit belajar yang lebih besar
Penyebab lainnya mungkin:
Ø Memori jangka
pendek terganggu atau berkurang, sehingga sulit untuk mengingat perhitungan
Ø Kongenital atau
kelainan turun temurun. Studi ini menunjukkan indikasi, tapi bukti belum jelas
5. Perawatan
Konseling dapat membantu,
namun tidak harus pada tingkatan yang besar. Tidak ada terapi yang telah
dibuktikan dan terbukti efektif. Beberapa bukti
yang bersifat anekdot menganjurkan, bagaimanapun, bahwa sejumlah
kemahiran dalam matematika dapat diperoleh oleh sistem- sistem alternatif dalam
perhitungan matematis. Bukti yang bersifat anekdot juga menunjukkan, pada
kenyataannya, bahwa individu mungkin sendiri akan dyscalculic mengejar sistem
mereka sendiri seperti keluar dari kebutuhan atau kepentingan. Keadaan tidak
perlu dilihat sebagai kecacatan atau ketidakmampuan, tidak ada yang bisa mencegah
orang- orang yang menderita dyscalculia dan berhasil menggantikan dalam bidang
akademis lain seperti sejarah, geografi dan ilmu- ilmu sosial lainnya, atau
dalam bidang seni seperti musik atau drama.
Referensi:
Abeel,
Samantha. 2003. My Thirteenth Winter. Orchard Books.
Anonim.
1989. Disleksia, Dyscalculia dan Masalah Matematika. The Math Notebook,
CT/LM.
Attwood,
Tony. 2002. Dyscalculia in Schools: What It Is and What You Can Do
.First and Best in Education Ltd.
Butterworth,
Brian. 2004. Dyscalculia
Guidance: Helping Pupils With Specific Learning Difficulties in Maths.
David Fulton Publications.
Chinn,
Steve, 2004. The Trouble with Maths: A Practical Guide to Helping Learners
with Numeracy Difficulties. RoutledgeFalmer.
Loveless,
Eugene. 1988. Dyscalculia: Focus on Learning Problems in Mathematics,
CT/LM.
Feldmen, William. Penerjemah
Sudarmaji. 2002. Mengatasi Gangguan Belajar Pada Anak. Jakarta : Prestasi
Putra.
-FEBISARFINA-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar